Aktivitas perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada rentang 10 hingga 14 April 2023 tercatat mengalami penurunan menjadi Rp9,09 triliun.
Aktivitas perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada rentang 10 hingga 14 April 2023 tercatat mengalami penurunan menjadi Rp9,09 triliun. Meski begitu, IHSG masih mampu mencatatkan kenaikan.
Sekretaris Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) Yulianto Aji Sadono mengatakan terjadi penurunan pada rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) sebesar 25,66 persen menjadi Rp9,09 triliun dari Rp12,24 triliun. Rata-rata frekuensi harian Bursa turut mengalami perubahan 5,40 persen menjadi 1.206.881 dari 1.275.835 transaksi pada pekan sebelumnya. Kemudian volume transaksi harian Bursa juga mengalami penurunan sebesar 6,81 persen menjadi 15,784 miliar saham dari 16,937 miliar saham pada pekan lalu. Sementara itu, dalam sepekan IHSG mampu mencatatkan kenaikan.
“Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan [IHSG] pada pekan ini mengalami kenaikan sebesar 0,38 persen menjadi 6.818,574 dari posisi 6.792,765 pada pekan yang lalu,” ujar Yulianto dalam keterangan tertulis, Sabtu (15/4/2023).
Kapitalisasi pasar Bursa juga mengalami peningkatan 1,06 persen menjadi Rp9.563,523 triliun dari Rp9.463,472 triliun pada penutupan pekan sebelumnya. Adapun investor asing mencatatkan nilai beli bersih sebesar Rp1,833 triliun pada Jumat (14/4/2023). Investor asing mencatatkan beli bersih sebesar Rp14,289 triliun sepanjang 2023.
Head of Retail Research Sinarmas Sekuritas Ike Widiawati menjelaskan terbatasnya pergerakan IHSG disebabkan oleh aksi tunggu investor menjelang perilisan data suku bunga acuan Bank Indonesia 7 days reverse repo rate (BI7DRR) pada 18 April 2023.
Selain itu, The Fed juga akan mengumumkan kebijakan suku bunga terbaru pada pertemuan 4 Mei 2023. Dari dalam negeri, pasar masih optimistis dengan berbagai data inflasi yang terkendali sehingga Bank Indonesia diharapkan kembali mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75 persen.
Namun The Fed diperkirakan kembali menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin karena inflasi inti Amerika Serikat yang mengalami kenaikan meski cenderung landai secara tahunan.
“Di luar itu, baru-baru ini OPEC+ mengeluarkan pernyataan untuk memangkas pasokannya dan berdampak pada harga minyak mentah yang telah naik 20 persen sebulan terakhir. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa kenaikan harga komoditas dapat menimbulkan dampak rentetan berupa inflasi,” papar Ike, Jumat (14/4/2023).