Rangkuman Perekonomian dan Pasar Keuangan Tahun 2023

Tahun 2023 merupakan tahun yang penuh gejolak bagi perekonomian global karena masih tingginya level inflasi, kenaikan suku bunga yang agresif dan guncangan geopolitik yang meningkatkan ketidakpastian. Mayoritas negara di dunia sudah mulai menerima COVID-19 sebagai penyakit endemi sehingga semakin melonggarkan perbatasan perjalanan termasuk Tiongkok dan hal ini membawa peningkatan positif pada mobilitas global yang kembali meningkat. Bank sentral di seluruh dunia telah menaikkan suku bunga pada tahun 2022 dan 2023 untuk mengatasi inflasi serta berupaya untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi masing-masing negara. Di negara-negara maju dan berkembang, saham-saham telah menguat pada tahun 2023 seiring dengan menurunnya inflasi, bahkan dengan perang yang berkecamuk di berbagai titik panas di seluruh dunia. Inflasi global diproyeksikan akan turun menjadi 6.9% tahun ini dari 8.7% pada tahun 2022, menurut Dana Moneter Internasional (IMF). Kita juga dapat melihat dampak pasca perang Rusia-Ukraina yang terjadi awal tahun lalu yang menjadi salah satu penyebab utama untuk inflasi meningkat secara global yang akhirnya mereda melalui perbaikan rantai pasokan khususnya untuk komoditas pangan dan minyak serta gas. Ditambahkan juga adanya perang baru antara Israel dan Hamas yang terjadi pada bulan Oktober 2023 yang sempat meningkatkan ketidakpastian di ekonomi global seperti dari sisi rantai pasokan serta harga minyak dan sepertinya tidak ada dampak yang cukup besar terhadap perekonominal global kecuali aksi perang tersebut semakin meluas. Selain itu, negara-negara OPEC+ termasuk Saudi Arabia dan Rusia yang memproduksi lebih dari 40% minyak dunia pada pertemuan bulan November 2023 mengambil keputusan untuk memangkas produksi dengan tujuan menjaga harga minyak hingga kuartal pertama tahun 2024.


Perekonomian AS yang awalnya diperkirakan mengalami resesi di tahun 2023 ternyata kebalikan dari perkirawaan awal ekonom yang dimana ekonomi AS bertumbuh kuat diikuti dengan keuntungan perusahaan yang masih meningkat meskipun ada kekhawatiran terhadap inflasi dan kenaikan suku bunga, krisis perbankan dalam negeri yang tidak terduga dan meningkatnya ketegangan geopolitik di seluruh dunia. Hanya dalam kurun waktu beberapa minggu, nilai portofolio obligasi dan investasi real estat komersial yang mengalami penurunan cukup dalam serta penarikan deposito bank secara agresif oleh pemegang tabungan memicu keruntuhan beberapa bank seperti Silvergate Bank, Silicon Valley Bank, Signature Bank, dan First Republic Bank. Hal ini menimbulkan untuk harga saham perbankan AS menurun secara drastis karena investor kehilangan kepercayaan terhadap industri perbankan dan khawatir ini dapat menyebar ke bank lain juga. Pada saat yang sama, Ketua the Fed Jerome Powell dan Menteri Keuangan AS Janet Yellen berulang kali meyakinkan kepada masyarakat Amerika bahwa industri perbankan stabil dan tabungan mereka aman, dan krisis perbankan yang singkat pada akhirnya berakhir dengan sedikit gangguan terhadap pasar saham. Inflasi AS yang dimana pada bulan Juni 2022 mencapai puncaknya sebesar 9.1% dan telah turun menjadi 6.4% pada bulan Januari 2023. Tren penurunan tersebut terus berlanjut sepanjang tahun 2023, sehingga inflasi turun secara signifikan menjadi 3.1% pada bulan November 2023. Meskipun inflasi masih jauh di atas target jangka panjang The Fed yaitu sebesar 2%, kemajuan bank sentral telah memungkinkan mereka untuk tidak lagi menaikan suku bunga. Federal Open Market Committee (FOMC) hanya menaikkan suku bunga empat kali masing-masing sebesar 25 basis poin pada tahun 2023 dan menurut pernyataan dari Bank Sentral AS mereka akan mulai menurunkan suku bunga pada tahun 2024.


Indonesia merupakan salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yang sangat menarik bagi investor dan menunjukkan potensi terbesarnya pada tahun 2023. Di antara negara-negara G20, pertumbuhannya merupakan yang tertinggi pada semester pertama tahun 2023 yang didukung oleh belanja modal lembaga pemerintah maupun lembaga non-pemerintah, konsumsi masyarakat, dan dorongan dari perubahan volume ekspor yang merupakan dari peningkatan proporsi output komoditas hilir seperti nikel. Pemerintah juga telah merubahkan status COVID-19 sebagai penyakit endemi dari pandemic yang menjadi salah satu pendorong utama peningkatan mobilitas masyarakat. Selain itu, pemerintah masih fokus memberikan dukungan fiskal kepada masyarakat melalui pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat dari dampak kenaikan harga pangan akibat El Nino serta menimbun pasokan beras dan gula untuk menjaga harga dalam negeri dengan tetap menjaga harga untuk mempersempit defisit fiskal dengan memanfaatkan sumber pendapatan yang kuat. Dari sisi harga dalam negeri, intervensi Bank Indonesia pada saat yang tepat melalui menaikkan suku bunga acuan BI-Rate ke 6.0% pada bulan December 2023 berhasil menjaga inflasi di tanah air hingga November 2023 tercatat sebesar 2.86% dibandingkan puncaknya pada September 2022 sebesar 5.95% serta menjaga stabilisasi mata uang Rupiah di tengah ketidakpastian yang tinggi di ekonomi global. Indonesia menerima total investasi (asing dan dalam negeri) sekitar 1,053 triliun rupiah (US$67 miliar) untuk periode Januari hingga September 2023 menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia, atau BKPM. Dari jumlah tersebut, diperkirakan 559 triliun rupiah (US$35 miliar) berasal dari investasi asing. Selanjutnya, Indonesia akan memasuki dalam fase pemilu tahun 2024 yang dapat meningkatkan konsumsi dalam negeri serta pemangkasan suku bunga acuan dari Bank Indonesia akan menjadi sebuah katalis positif untuk pasar Indonesia pada tahun depan.

Our View

Memasuki tahun 2024, kekhawatiran terhadap inflasi dan resesi sudah mulai mereda, dan pertumbuhan ekonomi Global diproyeksikan akan kembali normal ke tren sebelum pandemi. Di sisi lain, Tiongkok masih berada di zona bearish karena lemahnya pembukaan kembali perekonomian dengan risiko yang masih timbul di sektor properti dan tantangan demografis. Perekonomian AS juga tetap kuat dan tampaknya tidak menjadi kekhawatiran seiring dengan akhirnya terlihatnya kejelasan dan sikap dovish dari The Fed mengenai Fed Fund Rate. Pertumbuhan PDB Indonesia juga dapat kembali normal ke kisaran 5% untuk tahun 2024, dengan inflasi tetap berada di bawah target Bank Indonesia dan mulai menurunkan suku bunga berdasarkan langkah The Fed selanjutnya. Menurut kami, pertumbuhan di pasar modal Indonesia baik di pasar saham maupun pasar obligasi masih sangat menarik untuk tahun 2024.

Terima Kasih Atas Kepercayaan Para Investor Sinarmas Asset Management

Tetap Berinvestasi di Reksadana kami.

Selamat Tahun Baru 2024

Kinerja Reksadana Sinarmas Asset Management

*Kinerja masa lalu reksa dana, prediksi, proyeksi atau ramalan atas tren ekonomi atau pasar sekuritas tidak selalu menunjukkan masa depan atau kemungkinan kinerja reksa dana

DISCLAIMER

Materi ini diterbitkan oleh PT Sinarmas Asset Management, PT Sinarmas Asset Management telah diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pendapat PT Sinarmas Asset Management, yang diperoleh dari sumber yang dianggap dapat dipercaya, namun PT Sinarmas Asset Management dan afiliasinya tidak dapat menjamin keakuratan dan kelengkapan atas informasi yang ada. PT Sinarmas Asset Management beserta karyawan dan afiliasinya, secara tegas menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas representasi atau jaminan, tersurat maupun tersirat di sini atau kelalaian dari atau atas kerugian apa pun yang diakibatkan dari penggunaan materi ini atau isinya atau sebaliknya. Pendapat yang diungkapkan dalam materi ini adalah pandangan kami saat ini dan dapat berubah tanpa pemberitahuan sebelumnya.