Posisi Kas Tebal, GOTO Siap Hadapi Tech Winter

Posisi Kas Tebal, GOTO Siap Hadapi Tech Winter

Jakarta, CNBC Indonesia – Emiten teknologi eks startup raksasa RI, GoTo Gojek Tokopedia (GOTO), mencatatkan kerugian bersih Rp 40,4 triliun sepanjang tahun 2022 atau naik 56% dari capaian setahun sebelumnya dengan kerugian senilai Rp 25,9 triliun.

Meski demikian, emiten hasil merger dua unicorn raksasa RI ini juga mencatatkan perbaikan kinerja signifikan dari sisi topline sepanjang tahun 2022. Pendapatan bersih perusahaan tercatat naik menjadi Rp 11,3 triliun atau naik 120% secara tahunan (yoy) dari posisi tahun 2021 sebesar Rp 5,2 triliun.

Perbaikan tersebut ditopang oleh kinerja fantastis di tiga bulan terakhir, di mana sepanjang kuartal keempat (Oktober hingga Desember) 2022, pendapatan bersih konsolidasi GOTO melonjak nyaris 200% menjadi Rp 3,4 triliun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Sementara itu, berdasarkan sektor bisnis, GOTO Finansial mencatatkan pertumbuhan bruto tertinggi, naik 43% menjadi Rp 1,7 triliun tahun lalu. Sementara itu segmen e-commerce dan on demand pendapatan brutonya masing-masing naik 38% dan 32% menjadi Rp 8,6 triliun dan Rp 13,6 triliun.

Perusahaan juga melaporkan perbaikan kinerja dengan EBITDA yang disesuaikan dalam tiga bulan terakhir (kuartal IV-2022) meningkat 52% dibandingkan tahun sebelumnya dan 15% dibandingkan kuartal sebelumnya (Kuartal III-2022) menjadi negatif (-) Rp 3,1 triliun.

Aset perusahaan pada akhir tahun lalu tercatat turun menjadi Rp 139,2 triliun dari semula Rp 155,1 triliun tahun 2021. Goodwill masih tercatat sebagai komponen dengan kontribusi terbesar dalam aset yang dimiliki oleh GOTO. Akhir tahun lalu goodwill GOTO tercatat turun menjadi Rp 82,8 triliun dengan porsi setara nyaris 60% total aset perusahaan.

Ekuitas perusahaan pada akhir Desember 2022 juga tercatat turun menjadi Rp 122,7 triliun dari semula Rp 139 triliun pada tahun 2021.

Kas Tebal, Rp 29 Triliun

Meski masih mengalami kerugian, GOTO memiliki ketersediaan kas yang kuat. Ini tercermin dari posisi kas yang sebesar Rp 29 triliun.

Dengan nilai sebesar itu, GOTO yang memiliki ekosistem digital jumbo ini dinilai cukup untuk meraih EBITDA Disesuaikan (Adjusted EBITDA) yang positif pada akhir tahun 2023 dan mencapai kemandirian secara permodalan (financial freedom).

Rilis perseroan mengenai paparan kinerja indikatif menyebut selain posisi kas sebesar Rp29 triliun, Perseroan juga memiliki fasilitas kredit sebesar Rp4,65 triliun. Sebesar Rp1,5 triliun dari total fasilitas kredit tersebut telah digunakan.

peran likuiditas menjadi semakin penting. Era suku bunga tinggi yang dimulai tahun lalu telah meningkatkan risiko likuiditas bagi korporasi, terutama bagi perusahaan yang sangat bergantung pada pendanaan dari investor,” ungkapnya melalui riset yang dipublikasikan pada akhir pekan kemarin.

Sejauh mana perseroan mampu mendanai operasionalnya hingga mampu meraih keuntungan saat likuiditas di pasar mengering, kata Andrew, menjadi salah satu kunci fundamental dan daya tarik bagi investor.

GOTO sendiri dinilai Andrew dalam situasi positif. Selain karena posisi kas yang solid, tentu saja karena keberhasilan menekan biaya promosi dan marketing serta biaya operasional sementara pada saat yang sama tetap mampu mencatatkan pertumbuhan pendapatan.

Selama periode sampai dengan kuartal ketiga 2022 saja, Andrew memaparkan, GOTO telah mengimplementasikan penghematan baik yang terkait maupun tidak terkait dengan biaya personel sebesar lebih dari Rp1,1 triliun atau setara dengan penghematan 14%. “Cash burn (bakar uang) bulanannya juga turun dari Rp1,6 triliun di kuartal pertama 2022 menjadi Rp1,3 triliun di kuartal ketiga 2022,” terusnya.

Hasilnya, EBITDA Disesuaikan GOTO semakin membaik. Meningkat dari minus 4,6% terhadap GTV pada kuartal keempat 2021 menjadi minus 2,3% dari GTV pada kuartal ketiga 2022. Adapun potensi kenaikan opex pada kuartal keempat 2022 terjadi karena biaya sekali bayar sebagai imbas dari kompensasi bagi mereka yang terdampak kebijakan pengurangan karyawan.

Peran likuiditas menjadi semakin penting. Era suku bunga tinggi yang dimulai tahun lalu telah meningkatkan risiko likuiditas bagi korporasi, terutama bagi perusahaan yang sangat bergantung pada pendanaan dari investor.Sehingga, sejauh mana perseroan mampu mendanai operasionalnya hingga mampu meraih keuntungan saat likuiditas di pasar mengering, menjadi salah satu kunci fundamental dan daya tarik bagi investor.

GOTO juga mampu menekan biaya promosi dan marketing serta biaya operasional sementara pada saat yang sama tetap mampu mencatatkan pertumbuhan pendapatan.

Kurangi Bakar Uang

Selama periode sampai dengan kuartal ketiga 2022 saja, GOTO telah mengimplementasikan penghematan baik yang terkait maupun tidak terkait dengan biaya personel sebesar lebih dari Rp1,1 triliun atau setara dengan penghematan 14%.

Cash burn (bakar uang) bulanannya juga turun dari Rp1,6 triliun di kuartal pertama 2022 menjadi Rp1,3 triliun di kuartal ketiga 2022.

Hasilnya, EBITDA Disesuaikan GOTO semakin membaik. Meningkat dari minus 4,6% terhadap GTV pada kuartal keempat 2021 menjadi minus 2,3% dari GTV pada kuartal ketiga 2022. Adapun potensi kenaikan opex pada kuartal keempat 2022 terjadi karena biaya sekali bayar sebagai imbas dari kompensasi bagi mereka yang terdampak kebijakan pengurangan karyawan.

Di tengah penurunan biaya tersebut, GOTO justru mampu mencatat kenaikan jumlah transaksi. Gross Transaction Value (GTV) GOTO yang berasal dari pelanggan berkualitas tumbuh sebesar 33% dibandingkan tahun sebelumnya atau setara senilai Rp 613 triliun. Sementara take rate tahun 2022 pada segmen bisnis On Demand Services dan E-Commerce tumbuh masing-masing 234 bps dan 32 bps dibandingkan tahun sebelumnya.

Direktur Keuangan Grup GoTo, Jacky Lo, dalam keterangan resminya untuk kinerja indikatif kuartal keempat 2022 mengatakan Perseroan berada pada jalur yang tepat untuk mencapai EBITDA Disesuaikan yang positif pada kuartal akhir 2023.

Perseroan menegaskan bahwa GoTo memiliki arus kas operasional yang positif didorong oleh perkiraan pengurangan cash burn tahunan sebesar antara 60% sampai 65% di tahun 2023. “EBITDA Disesuaikan secara grup pada kuartal keempat 2022 adalah sebesar (minus) Rp3,1 triliun atau minus 1,9% dari GTV. Membaik sebesar 52% dibandingkan tahun sebelumnya (YoY).”