Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah menguat bersamaan di tengah pekan, Rabu (23/8/2023), sembari menunggu sejumlah data dan pengumuman kebijakan moneter penting. Imbal hasil atau yield Surat Berharga Negara (SBN) juga sudah melandai yang menandai SBN dicari kembali oleh investor.
Pasar keuangan Indonesia diharapkan melanjutkan tren positif hari ini di tengah penantian pengumuman Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI). Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
IHSG ditutup naik tipis 0,07% ke posisi 6.921,41. IHSG masih bertahan di level psikologis 6.900 pada perdagangan Rabu. Secara sektoral, sektor energi dan bahan baku menjadi penopang terbesar IHSG pada Rabu, yakni masing-masing sebesar 0,95% dan 0,86%.
Pergerakan IHSG
Selain itu, beberapa saham juga turut menjadi penopang IHSG pada akhir perdagangan Rabu.
Saham raksasa batu bara dengan kapitalisasi pasar terbesar ketiga yakni PT Bayan Resources Tbk (BYAN) menjadi penopang terbesar IHSG di sesi I Rabu, yakni mencapai 3,8 indeks poin.
Selain itu di posisi kedua, ada emiten produsen baterai anak usaha dari PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) yakni PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) yang juga menjadi penopang IHSG yakni sebesar 3 indeks poin. Kapitalisasi pasar MBMA saat ini mencapai Rp 84,78 triliun.
Dengan ini, maka IHSG telah menguat selama tiga hari beruntun. IHSG kembali menguat meski tipis-tipis, di tengah sikap investor yang masih menanti keputusan terbaru suku bunga Bank Indonesia (BI) dan pidato ketua bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) di Simposium Jackson Hole.
BI sudah memulai RDG pada Rabu dan akan mengumumkan hasil keputusan pada hari ini, Kamis (24/8/2023). Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memproyeksi bank sentral RI akan menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR).
Dari 13 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, semuanya memperkirakan BI akan menahan suku bunga di level 5,75%.
Kubu MH Thamrin diperkirakan masih akan menahan suku bunga meskipun inflasi jauh melandai. BI belum bisa memangkas suku bunga karena masih besarnya tekanan eksternal, terutama dari Amerika Serikat (AS).
Di lain sisi, saat ini, investor di global juga menanti pidato dari Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell di acara Simposium Jackson Hole.
Powell akan memberikan pandangan terbarunya tentang apakah diperlukan lebih banyak pengetatan kebijakan untuk menurunkan inflasi di tengah pertumbuhan ekonomi yang sangat kuat, atau mulai mempertimbangkan untuk mempertahankan suku bunga.
Pidato Powell akan dinanti-nanti karena secara historis memiliki efek kejut yang besar untuk pasar global.
Pelaku pasar keuangan global kini memperkirakan ada potensi bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) mengerek suku bunga pada pertemuan September mendatang.
Sementara, rupiah menguat terhadap dolar AS di tengah sikap wait and see pasar perihal RDG BI, seperti disebutkan di atas, hingga gempuran sentimen negatif.
Pergerakan Rupiah terhadap Dollar AS
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,13% terhadap dolar AS di angka Rp15.290/US$ pada Rabu (23/8/2023). Di tengah perdagangan, rupiah sembat melemah hingga ke titik terdalam di angka Rp15.328/US$.
Selain itu, sentimen negatif datang dari dalam negeri setelah Selasa (22/8) BI merilis data transaksi berjalan yang mengalami defisit Indonesia sebesar US$1,9 miliar atau 0,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal II-2023. Defisit ini adalah yang pertama sejak kuartal II-2021
Sementara itu, neraca transaksi finansial mencatat defisit US$ 4,97 miliar.
Sedangkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat defisit sebesar US$ 7,37 miliar pada kuartal II-2023. Defisit ini adalah yang pertama sejak kuartal III-2022.Defisit pada April-Juni 2023 juga berbanding terbalik dengan surplus sebesar US$ 6,52 miliar pada Januari-Maret 2023.
Defisit pada transaksi berjalan, transaksi finansial, dan NPI bisa semakin menekan rupiah.
Ekonom Bahan Sekuritas Satria Sambijantoro mengatakan defisit NPI terancam melebar ke depan karena besarnya impor minyak sementara sebaliknya ekspor batu bara dan minyak sawit mentah stagnan.
Satria juga menjelaskan defisit pada NPI dan transaksi berjalan ini bisa memberi tekanan lebih ke rupiah sehingga BI kembali mengerek suku bunga untuk menjaga mata uang Garuda.
“Kondisi ini akan memberi risiko lebih kepada rupiah. Konsensus kamu melihat arah kebijakan BI ke depan justru akan menaikkan suku bunga bukan pada pemangkasan,” tutur Satria, kepada CNBC Indonesia.
Kabar positif juga datang dari pasar SBN. Imbal hasil SBN tenor 10 tahun melandai ke 6, 61% kemarin dari hari sebelumnya yang tercatat 6, 68%. Imbal hasil berkebalikan dengan harga.
Imbal hasil yang turun menandai harga SBN tengah naik karena banyak yang ingin membelinya.
Pergerakan imbal hasil SBN tenor 10 tahun (%)