Key Takeaways
- Bank Indonesia akan menggunakan nama baru yaitu BI-Rate untuk menggantikan nama BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR)
- Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan suku bunga BI-Rate sebesar 6.00%, Deposit Facility sebesar 5.25% dan suku bunga Lending Facility sebesar 6.75%
- Bank Indonesia juga akan tingkatkan koordinasi dengan pemerintah dari segi kebijakan moneter dan fiskal untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi
Pertama-tama, Bank Indonesia (BI) akan menggunakan nama baru yaitu BI-Rate untuk menggantikan nama BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) dengan tujuan untuk memperkuat komunikasi kebijakan moneter terhitung mulai 21 Desember 2023. Meskipun ada penggantian nama, Bank Indonesia memastikan bahwa ini tidak akan mengubah makna dan tujuan BI-Rate sebagai stance kebijakan moneter Bank Indonesia, serta operasionalisasinya tetap mengacu pada transaksi reverse repo Bank Indonesia tenor 7 (tujuh) hari.
BI pada tanggal 20-21 Desember 2023 mengambil keputusan untuk mempertahankan suku bunga BI-Rate sebesar 6%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5.25% dan suku bunga Lending Facility sebesar 6.75% pada saat Rapat Dewan Gubernur (RDG). Bank Indonesia mengambil keputusan tersebut dengan fokus untuk penerapan kebijakan moneter yang pro-stability yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah serta langkah “pre-emptive” dan “forward looking” untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2.5±1% pada 2024. Sementara itu, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, Bank Indonesia akan melonggarkan kebijakan moneter untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga. Sebagai informasi, kredit perbankan pada bulan November 2023 mengalami pertumbuhan sebesar 9.74% YoY dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 8.99%.
Bank Indonesia juga akan meningkatkan koordinasi dengan pemerintah dari segi kebijakan moneter dan fiskal untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan mitra strategis, termasuk program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID), serta Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Pemerintah Pusat dan Daerah (P2DD).
Our View
Suku bunga kebijakan moneter termasuk Federal Fund Rate (FFR) diperkirakan akan bertahan tinggi dalam jangka waktu yang lama atau “higher for longer” sampai dengan pertengahan tahun 2024 dan sesuai dengan komentar Jerome Powell bahwa mereka akan memangkas suku bunga sampai maksimal tiga kali kedepannya. Hal ini juga membuat meredanya ketidakpastian pada pasar keuangan global. Sehubungan dengan itu, aliran modal sejauh ini mulai kembali masuk dan menurunkan tekanan pelemahan nilai tukar di negara emerging market, termasuk Indonesia. Sementara itu, Gubernur BI, Perry Wariyo, menyampaikan bahwa suku bunga acuan AS, Fed Fund Rate (FFR) sudah mencapai titik puncaknya dan kemungkinan tidak akan ada kenaikan selanjutnya kecuali diperlukan oleh the Fed berdasarkan kondisi perekonomian AS. Gubernur BI juga memperkirakan bahwa the Fed akan mulai menurunkan suku bunga (FFR) pada semester II-2024 dan langkah ini dapat diikuti oleh BI ditahun depan. Deputi Gubernur BI Aida S Budiman menyampaikan jika ada dua putaran untuk pilpres tahun depan akan berdampak menambah 0,6% terhadap konsumsi. Dari faktor tersebut, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2024 di kisaran 4.7-5.5%. Selain itu, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat sebesar 3.04% YoY pada bulan November 2023 yang mengindikasikan likuiditas yang lebih ketat dan ini dapat dilihat dari pertumbuhan suplai uang beredar khususnya untuk M2 yang menurun sebesar 3.4% YoY.
Our Suggestion
Perlambatan inflasi dan indikator ekonomi telah menimbulkan optimisme di antara banyak pengamat bahwa Bank Sentral AS telah selesai dengan rezim kenaikan suku bunga. Di sisi lain, proyeksi suku bunga dari the Fed setelah pertemuan Desember 2023 menunjukkan kemungkinan terjadinya pemangkasan suku bunga sebesar 75 basis poin yang dimana kebijakan ini akan diikuti oleh BI. Kami melihat ini dapat menjadi peluang yang baik bagi negara berkembang termasuk Indonesia dimana saat ini memiliki fundamental ekonomi yang lebih baik dibandingkan Global termasuk AS, sehingga aliran modal asing dapat kembali mengalir ke pasar modal Indonesia. Simas Saham Maksima dapat menjadi pilihan untuk mendapatkan eksposur ke sentimen ini dengan alokasi ke sektor-sektor yang sensitif terhadap berubahnya kebijakan suku bunga bank sentral global.
Simas Saham Maksima
DISCLAIMER
Materi ini diterbitkan oleh PT Sinarmas Asset Management, PT Sinarmas Asset Management telah diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pendapat PT Sinarmas Asset Management, yang diperoleh dari sumber yang dianggap dapat dipercaya, namun PT Sinarmas Asset Management dan afiliasinya tidak dapat menjamin keakuratan dan kelengkapan atas informasi yang ada. PT Sinarmas Asset Management beserta karyawan dan afiliasinya, secara tegas menyangkal setiap dan semua tanggung jawab atas representasi atau jaminan, tersurat maupun tersirat di sini atau kelalaian dari atau atas kerugian apa pun yang diakibatkan dari penggunaan materi ini atau isinya atau sebaliknya. Pendapat yang diungkapkan dalam materi ini adalah pandangan kami saat ini dan dapat berubah tanpa pemberitahuan sebelumnya.